Tentang “Pakaian” yang Kau Kenakan di Dunia ini


               Hai, akhirnya kita bertemu lagi dalam tulisan. Memakai kostum yang salah di event apapun pasti rasanya tidak nyaman. Dan begitupula yang akhir-akhir ini aku rasakan. Bahwa mengenakan suatu prinsip hidup yang dari dulu kita niscayai di suatu moment yang tidak lagi tepat, rasanya sungguh tak karuan. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk dapat merasakan lagi kebahagiaan? Mungkin seperti itulah hidup berjalan. Di setiap waktu kita harus belajar, terus memperbarui pengetahuan, biar kita semakin paham sebenarnya untuk apa hidup ini ada dan pantas untuk tetap dipertahankan sampai waktunya kembali pulang.



            Apakah kau tahu berharap dan fokus terhadap hal-hal yang bersifat duniawi bisa menjadi sesuatu yang sangat menyakitkan? Semacam ada rasa tidak pernah cukup cepat dan jauh untuk berlari meski 24 jam sudah dihabiskan hanya untuknya. Semacam perasaan tertinggal dari orang lain yang kita tidak pernah sepakat untuk bertanding dan memulai di garis start yang sama sebelumnya. Semacam dihantui oleh ekspektasi orang lain yang mengira kita adalah manusia yang seistimewa itu, padahal sejatinya diri kita sendiri mengetahui bahwa kita adalah orang biasa yang masih harus lebih tinggi mendaki agar sampai di puncak ekspektasinya. Cih, siapa pula orang itu? Tahu cerita hidup kita saja, dia tidak. Atau perasaan dibandingkan, perasaan tidak percaya diri, perasaan pesimis, perasaan takut gagal, dan khawatir yang menghantui setiap kali kita mencoba untuk memperbaiki diri. Hingga akhirnya kita kelelahan dan kehabisan energi untuk maju meski selangkah lagi. Kita kemudian diam terduduk di strata terbawah kehidupan, mengeluarkan air mata, dan enggan meneruskan jalan hidup yang kita pilih sendiri. Bahkan tak ingat sudah banyak hal yang telah digenggam. Lalu, berkhayal menjalani hidup orang lain yang seolah mudah, santai, dan tanpa beban. Dunia itu, semakin kita pegang erat karena tak mau kehilangannya, maka dia akan semakin kuat mencekik kita hingga kesulitan bernafas. Dunia itu, semakin kita kejar sekuat tenaga dan pikiran, malah semakin pergi tak tau entah kemana ia meningalkan kita. Dan ketika kita sudah tidak kuat lagi, mangkel sudah dengan hidup yang seperti ini, kita akan dibawa pada kesadaran bahwa kita telah menjadi budaknya dunia, yang tak hanya patuh dan tunduk, tapi juga telah melakukan apapun agar mampu merengkuhnya. Bucin sekali.

    Lalu apa yang harus kita lakukan untuk terbebas dari hidup yang tidak menyenangkan seperti itu? Apakah benar kita hanya akan bahagia apabila sudah sampai pada puncak impian kita dan tingginya ekspektasi orang-orang itu? Apakah hidup memang harus dilakoni dengan berlari seperti ini? Tidak, sayang. Segala kesemrawutan itu terjadi karena sejak awal kita salah mendefinisikan status kita. Saat hidup di dunia ini, kita bukanlah pelajar, mahasiswa, atau pekerja semata, tetapi kita sejatinya adaalah hamba dari Pencipta kita. Allah SWT menciptakan kita di dunia untuk beribadah, menyembahNya dengan tulus dan ikhlas, bukankah karena itu manusia disebut hamba?. Seorang hamba harusnya benar-benar menghambakan diri pada penciptanya, bukan pada ciptaan penciptanya, yaitu dunia yang mungkin sedang kita lakukan. Jika kita menyadari bahwa sejatinya kita adalah seorang hamba yang kewajibannya adalah beribadah, bahwa apa yang selama ini kita miliki adalah amanah yang kelak akan kita pertanggungjawabkan, bahwa hidup ini adalah ujian seleksi untuk masuk surga, bahwa segala harta dan keresahan yang kita miliki tidak akan dibawa mati, bahwa boleh jadi besok ajal kita datang, maka….. mungkin kita akan mulai memandang dunia dengan segala keriuhan yang memusingkan di dalamnya sebagai suatu hal yang kecil, sepele, dan tidak ada apa-apanya. Kita akan mulai menjalani hidup dengan tenang, mengalir, tetapi memberikan yang terbaik agar Allah dengan rahmatNya izinkan untuk pulang ke tempat terindah kelak, yaitu surga. Oh, bicara tentang surga. Semua orang pasti ingin kesana. Tempat dimana kamu mendapatkan semuanya apa yang kamu mau dengan rasa puas yang sempurna, tempat dimana kamu tidak pernah menderita, sedih, ataupun kecewa walau pada hal sekecil apapun, siapa yang tidak ingin pulang ke sana untuk selamanya? Ya selamanya. Tempat indah itu tambah ideal karena akan dihuni tanpa terbataskan oleh waktu. Pasti beruntung sekali mereka yang sungguhan bisa pulang ke sana kelak.

            Sekarang aku jadi ingat satu hal, bahwa terkadang kita beribadah untuk meminta diberikan atau dilancarkan urusan dunia. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Para rasul saja pernah meminta sesuatu ketika dalam sholat dan seketika dikabulkan oleh Allah lewat perantara malaikat. Tetapi, yang perlu diingat disini adalah… para rasul itu beribadah bukan karena dunianya, tapi karena cintanya yang tulus dan ikhlas pada penciptaNya. Nabi Ayyub pun dikisahkan tidak pernah meminta sembuh dari penyakitnya sampai penyakit itu menghalangi ia untuk beribadah. Sungguh luar biasa sekali. Kalau begitu, sebagai seorang hamba ini, harusnya rahmat, ampunan, dan cinta Allah-lah yang menjadi tujuan. Bukankah apa yang menjadi penyebab manusia masuk surga adalah rahmatNya, bukan karena amalannya semata? Apalagi kalau cuma dunia yang hanya sebesar sayap nyamuk di sisiNya yang dijadikan tujuan. Tentu itu sudah pasti keliru. Tapi, bukan berarti kita harus acuh sepenuhnya pada dunia. Maksudnya, rezeki memang harus dicari biar dapat karena kita perlu itu untuk hidup. Semua titipan Allah memang harus dijaga dan digunakan seoptimal dan sebermanfaat mungkin karena akan dimintai pertanggungjawaban. Selain itu, menggunakan hal-hal duniawi dengan tepat dan pas itu sejatinya bisa menghasilkan banyak pahala yang akan mengantar kita pada rahmat dan surgaNya. 

            Hidup ini, jika yang ada di depan mata hanyalah dunia, Maka mungkin kita akan bosan dengan rutinitas di setiap harinya. Hidup ini, jika hanya fokus pada dunia, maka mengeluh dan kewalahan sudah pasti dirasakan. Hidup ini, jika hanya berharap pada dunia, maka cepat atau lambat akan ditemani sedih dan kecewa. Tapi bila hadirkan akhirat sebagai tujuan, bila hadirkan kesadaran bahwa tiap detik di dunia akan dipertanggungjawabkan, bila hadirkan keniscayaan akanada suatu hari di mana dunia kita akan berhenti berputar lalu berganti dengan kehidupan abadi setelahnya…. Maka mungkin yang kita rasakan akan jauh berbeda. Kelapangan, ketentraman, dan kerelaan yang damai. Ternyata, cara kita memposisikan dan memandang kehidupa adalah kunci dari segala kunci yang kita perlukan. Semoga kita senantiasi bisa mengenakan prinsip hidup yang tepat, agar hidup kita nyaman, damai, bahagia di segala siatuasi, serta berakhir di tempat yang paling indah. Aamiin.

Tulisan ini tidak ditulis untuk menasihati ataupun menggurui. Ini adalah sebuah catatan yang dipatri agar tidak tertelan masa.





 (Hon Nurizza).

Komentar