Nanti Kita Cerita Tentang Ujianmu Hari Ini


“Apalah kita ini? Makhluk lemah yang coba dibenturkan berkali-kali dengan kerasnya berbagai macam problematika oleh kehidupan. Tapi, jangan hancur. Kita akan bisa setegar itu dengan pertolonganNya. Kita butuh Dia”


            Jika hidup di dunia adalah ujian, maka isinya pasti soal-soal yang harus dijawab. Kebanyakan ujian memang harus dikerjakan sendiri, kalau dibantu orang lain nanti malah dihitung gagal. Hari ini, sebelum liburan benar-benar habis dan kembali dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang mungkin saja akan lebih susah dan rumit dibandingkan yang sebelumnya, saya ingin menulis sebentar.

Jika sedang dihadapkan pada kesulitan, jalan buntu, halangan, rintangan, sesuatu yang belum bisa dijawab, apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang manusia? Bukan ditulis untuk menggurui, karena saya yakin lebih banyak manusia yang jauh lebih mahir, dewasa, dan tenang dalam menjawab soal ujian hidupnya dibandingkan saya. Tapi, izinkan saya menulis sedikit hal yang saya tahu, karena mencatat adalah hobi saya. Mencatat apapun, termasuk caranya menghadapi masalah. Agar di masa nanti tidak terlupakan, lalu kebingungan dan tersesat seolah tidak pernah tahu apapun sebelumnya.

Jika menghadapi ujian hidup, masalah, sesuatu yang sulit, hal pertama yang harus dilakukan adalah selalu ingat lingkaran besar itu. Lingkaran besar yang bernama akhirat. Lalu, dimana letaknya ujian itu? Masalah itu? Hal yang sulit itu? Mereka adalah lingkaran-lingkaran kecil di dalam lingkaran super besar itu. Beberapa dari mereka ada yang lebih besar dari yang lain, tapi tidak pernah sebesar lingkaran akhirat. Saya sudah pernah menuliskan hal ini dulu, tapi menyalin kembali catatan tidak pernah salah. Akhirnya, kita bisa lihat bukan, betapa tidak apa-apanya masalah kita dibandingkan dengan urusan akhirat?. Jadi, jangan berlebihan dalam meresponnya. Maksudku, jangan terlalu stress. Jangan juga terlalu dijadikan beban, karena kita bukan hidup untuk masalah-masalah itu. Kita hidup untuk membangun sebaik mungkin urusan akhirat kita, yaitu dengan beribadah. Itu adalah tugas utama manusia yang sudah sangat jelas di Al-Quran. Jangan jadikan masalah itu sebagai penghalang bagi kita untuk beribadah, karena sejatinya masalah-masalah itu adalah objek penguji untuk mengetahui sejauh mana tekad kita untuk menjalankan misi utama kita, yakni beribadah. Jika kesulitan melanda, semoga kita selalu ingat bahwa Allah adalah Sang Maha Pemberi Kemudahan dan Kasih Sayang. Dengan mendekat dan bermohon kepadaNya, kesulitan apapun bisa hilang, soal apapun bisa menemukan jawabannya, masalah apapun bisa bertemu solusinya. Akhir dari poin pertama adalah: Selama kita hidup dengan meniatkan segala aktivitas hanya untuk beribadah, senantiasa dekat dengan Allah, rajin beristigfar, dan mengingat hakikat dunia yang tak lebih dari sebuah permainan, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi ketika lapang maupun sempit dan saat  tidak maupun sedang diuji dengan masalah-masalah. Ya, saya rasa itulah yang disebut dengan kedewasaan.

Poin kedua, sejatinya apa sih yang disebut dengan kebahagiaan dan bagaimana caranya memperoleh kebahagiaan. Banyak mulut telah mendefinisikan kebahagiaan berupa sesuatu yang datangnya dari hati dan diri sendiri, bukan berasal atau diberikan oleh orang lain. Dulu, saya tidak mengerti banyak tentang hal ini, tapi sekarang mungkin berbeda. Ternyata benar bahwa uang yang banyak tidak bisa menjamin seseorang akan hidup bahagia. Kebahagiaan ternyata berasal dari hati yang tenang dan damai. Contohnya, ada kalanya kita sedang sedih atau gelisah karena suatu hal, karena kita punya cukup uang untuk bersenang-senang, kita bisa menghibur diri dengan berbelanja, karaoke, nonton, makanan enak, baca buku yang bagus, main bareng teman, dan apapun hal yang bisa diperoleh dengan uang. Saat itu, sejenak kita tersenyum, tertawa, dan merasa senang. Tapi itu bukanlah kebahagiaan. Bahagia berbeda dengan senang. Ketika kita pulang dan sendirian lagi, semua perasaan indah tadi hilang, hanya tersisa kesedihan dan kegelisahan yang semula memang sudah ada disana. Kesedihan dan kegelisahan tidak pernah pergi jika kita lari, mereka menanti untuk dihadapi dan diperbaiki. Semakin dihindari, mereka akan semakin lama menetap. Rasanya tidak enak, sungguh. Jadi ya, dihadapi. Memang harus dicari sumber masalahnya dimana dan coba untuk diselesaikan perlahan. Tapi saya juga tahu benar bahwa itu tidak mudah. Ternyata kita membutuhkan ketenangan hati itu lebih dulu. Banyak-banyak beristigfar adalah sebuah kunci. Karena apa yang membuat sedih, resah, gelisah adalah dosa-dosa kita, karena masalah itu datang akibat dosa-dosa kita. Jadi, mendekat pada Allah adalah sebuah solusi yang tak bisa diganggu gugat lagi. Apalah kita ini? Makhluk lemah yang coba dibenturkan berkali-kali dengan kerasnya bermacam problematika oleh kehidupan. Tapi, jangan hancur. Kita akan bisa setegar itu dengan pertolonganNya. Kita butuh Dia. Kesimpulannya, kebahagiaan itu sumbernya dari hati yang terpaut dan tunduk kepadaNya.

This too shall pass adalah hal sederhana ketiga yang akan kita bahas. Kapan semua ini berlalu? Kapan ujian ini berakhir? Kapan?. Sesulit apapun keadaan, sebesar apapun ujian, sebanyak apapun tugas, selagi mereka masih di dunia, pasti akan selesai juga kok. Itu adalah konsekuensi dari sifat dunia yang sifatnya sementara. Tidak ada yang abadi di dunia, termasuk segala sesuatu yang ada di dalamnya. Kadang sifat dunia itu terdengar sangat mengerikan, tapi bisa juga terdengar melegakan ketika dalam kondisi seperti ini. Jadi, masalah itu pasti bisa selesai, ujian itu pasti bisa terjawab, keadaan yang menyedihkan dan mengkhawatirkan itu pasti akan juga berlalu, tugas-tugas yang banyak itu pasti juga akan bisa selesai. Memang harus dijalani, dikerjakan, dan dilalui dengan baik terlebih dahulu. Sabar, satu per satu, kalo kata Kale, mah.

Menurutmu, apalagi sisi buruk dari dunia yang sifatnya memang sebagai ujian? Adalah melepaskan. Kita menginginkan banyak hal di dunia ini, bukan? Orang itu, pekerjaan itu, benda itu, dan segala itu yang lain. Tidak seperti di drama-drama yang happy ending dengan tokohnya yang mendapatkan hal yang persis seperti apa yang mereka impikan, kehidupan nyata seringkali memberi kita sesuatu yang ada di pilihan kedua, ketiga, dan seterusnya bahkan pilihan yang tak pernah terduga. Atau, meskipun kita mendapat pilihan pertama, bisa jadi itu tidak seratus persen sama seperti apa yang kita bayangkan dulu. Jikalaupun kita pernah mendapatkan sesuatu yang persis sama dengan impian kita, maka kita sangat beruntung dan tak dapat dipungkiri bahwa itu jarang terjadi di dunia ini. Jadi, kecewa adalah makanan sehari-hari bagi kita yang berlebihan menggantungkan hati di dunia ini. Melepaskan apa yang sejak lama kita inginkan memang suatu hal yang sulit. Tapi, jika kita tidak melepasnya atau menerima bahwa itu bukanlah untuk kita, hati kitalah yang akan menjadi semakin sakit. Rasanya seperti sengaja menyakiti diri sendiri yang seharusnya disayangi dan dihormati. Rasanya seperti menipu seseorang yang seharusnya kita paling harus berterus terang kepadanya. Rasanya buruk sekali, sungguh. Tapi, seburuk-buruknya rasa itu hingga rasanya seperti hati tersayat beneran sama pisau, hingga rasanya seperti tidak mampu berharap atau menginginkan lagi setelah itu, percayalah sakit itu bisa sembuh kok. Bisa pulih lagi seperti semula. Ah, semoga kita berakhir di surga, tempat dimana segala mimpi menjadi nyata dengan rupa yang paling identik, tempat dimana segala harapan akan terbalaskan dengan sempurna, dan tempat dimana kebahagiaan sejati dan rasa puas itu berada.

Hal terakhir yang ingin saya tuliskan disini adalah pesan pada diri bahwa daripada melihat sesuatu dari sisi sulitnya, mengapa tidak memilih untuk mmandangnya dari segi positifnya? Belakangan, rasanya kemampuan untuk selalu berpikir positif itu hilang. Akan banyak tantangan baru, kejadian baru, suasana baru, ujian baru, dan peristiwa baru di depan sana. Daripada melihatnya sebagai tumpukan ujian yang melelahkan, kumpulan pertanyaan sulit untuk dijawab, atau segerombol kebingungan yang siap membuat panik dan tidak tenang, mengapa tidak memilih untuk memandangnya sebagai suatu kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih pintar, cerdas, kreatif, kaya ilmu, bijaksana, tenang, tangguh, dan dewasa? Wahai orang sanguinis, ajarilah manusia melankolis ini untuk memandang kehidupan seperti itu!. Ya, it’s okay. Pelan-pelan, pasti bisa. Perjalanan hidup menggapai apa yang kita impikan ibarat mendaki gunung. Semakin di atas, dada kadang semakin sesak, kaki semakin pegal, tekad semakin menipis, udara semakin dingin, dan semuanya terasa lebih sulit. Tapi, kamu sudah naik, kan. Tinggal terus naik dan naik, jalan dan terus jalan, maju dan terus maju, renang dan terus berenang, kayuh dan terus kayuh, hingga tiba saatnya untuk sampai di puncaknya nanti. Lakukan saja yang terbaik dan apapun yang bisa dilakukan, karena tidak semua orang berkesempatan untuk mendaki gunung tempat puncak itu berada. Kamu dipilih Allah untuk mendakinya, jadi Allah menganggapmu bisa. Kalau begitu, kamu pasti bisa.

            Sekian tulisan yang saya buat hari ini. Mungkin tidak terlalu berarti banyak bagi orang-orang, tapi ini sungguh sangat berarti bagi seorang manusia INFJ/INTJ yang sedang berjuang mencari makna hidup seperti saya, 








Hon Nurizza.

Komentar