Mungkin ini adalah tulisan terakhir yang saya
tulis di tahun yang penuh pembelajaran dan kejutan itu. Ada beberapa kisah yang
ingin saya ceritakan disini. Tidak semua, karena terlalu banyak kejadian yang
terjadi di tahun 2019. Kali ini, saya akan bercerita ala-ala introvert:
bercerita tapi tidak ingin sepenuhnya menjadi dipahami. Sebuah tulisan yang
mengandung paradox dan dilemma.
Tahun 2019 bagi saya adalah sebuah
pembuktian bahwa impian yang dituliskan di kertas, target-target kecil yang
disusun untuk menggapai sebuah impian besar, langkah-langkah kecil yang
ditempuh di setiap harinya ternyata memang bisa mengantar impian itu menjadi
nyata. Quotes-quotes yang sering saya baca selama ini bukan omong kosong.
Mereka adalah mantra-mantra ajaib. Tentang mimpi, bagi kalian yang terlalu
realistis memandang hidup, pasti geli membaca apa yang telah kutuliskan ini.
Tapi nyatanya kita memang bisa memilih jalan hidup kita di dunia. Pengen dulu,
pasti dapat, sebab kalau tidak pernah menginginkan ya tidak akan dapat. Setelah
pengen, berjalanlah ke arah sana. Tak peduli sependek apapun langkah itu,
tetaplah melangkah sambil terus mendekat pada Sang Maha Penyayang. Maka, apapun
jadi mungkin.
Saya benar-benar bersyukur impian
saya terwujud pada pertengahan-akhir tahun 2019. Mimpi yang tercipta sejak lima
tahun yang lalu, mimpi yang awalnya bagi saya mustahil, mimpi yang dianggap
remeh banyak orang terjadi bisa menjadi nyata begitu saja. Allah begitu baik
pada saya di tahun ini. Meskipun, tentu saja sebenarnya impian itu tidak
seratus persen menjadi nyata. Ada beberapa bagian yang dimodifikasi Sang
Pencipta, agar cocok dengan kondisi saya yang tidak saya sadari ternyata saya
butuhkan. Jika diungkap dengan kalimat lain, apa yang selama ini saya inginkan
sebenarnya tidak benar-benar terwujud. Mungkin karena apa yang saya inginkan
itu tidak saya butuhkan, mungkin disana ada keburukan yang coba Dia hindarkan,
dan mungkin di tempat saya sekarang ada kebaikan buat diri saya nanti. Meski
saya mengerti dan mencoba terus mengerti, ada saja manusia-manusia yang
seenaknya mengatakan “seharusnya” pada jalan hidup yang dipilihkanNya untuk
saya jalani. Ah, kalau itu sih saya masih bisa mengabaikannya. Tapi, yang baru
saya sadari tentang tabiat manusia adalah ketika satu keinginannya terwujud,
maka ia akan menginginkan keinginan-keinginannya yang lain juga terwujud,
bahkan yang telah ia lupakan sekalipun. Tak dapat dipungkiri memang, bahwa
tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud. Ada beberapa orang, hal, benda
yang memang harus dilepaskan dan direlakan, tak peduli seberapa ingin kita pada
semua itu. Kadang kita nggak ngerti dan menolak melepaskannya, tapi tak ada
yang bisa kita lakukan untuk menggenggamnya. Di satu sisi, berambisi untuk
mendapatkan sesuatu itu baik, tapi disisi lain kemampuan melepaskan sesuatu
dengan tulus ikhlas begitu saja itu mahal, tidak semua orang bisa. Orang yang
bisa melakukan keduanya sekaligus, berambisi dan melepas pada momen yang tepat,
mereka hebat. Wahai orang-orang yang seperti itu, ajari aku sedikit saja
jurusmu!.
Tentang supporter. Jika hidup adalah
pertandingan untuk menggapai versi terbaik diri kita, maka kita juga butuh supporter.
Seorang petanding boleh saja sangat percaya diri, berambisi, dan sangat kuat,
tapi ada kalanya ia kehilangan semua tekadnya, jenuh, down, merasa tidak mampu
terus bertanding. Petanding apapun butuh supporter. Dan supporter terbaik
selalu berasal dari tempat kita berasal. Saya kagum dengan supporter saya.
Mereka bahkan lebih yakin bahwa saya bisa menggapai impian saya daripada saya
sendiri. Saya mencintai supporter saya, karena di saat mata-mata manusia seakan
mempermalukan saya, hingga saya malu pada diri saya sendiri, mereka tak
sedikitpun malu pada saya, selalu bangga, selalu yakin saya mampu menjadi
juara. Saya bingung dengan supporter saya karena di saat saya benar-benar ingin
menyerah, mereka justru melangkah di depan saja, menarik tangan saja, menyeret
kaki saya, hingga akhirnya saya mampu berdiri lagi, tegak, kokoh, dan akhirnya
berlari. Mengapa mereka melakukan semua itu pada saya? Apapun alasannya, saya
berterimakasih telah memiliki mereka.
Kamu tahu, apa yang dilakukan
petanding setelah ia menang perlombaan? Cepat atau lambat, ia akan bertanding
lagi. Dia akan berjuang lagi dengan medan yang jauh lebih berat. Itulah yang
segera saya alami setelah memenangkan impian saya. Tidak banyak waktu kala itu
untuk mempersiapkan awal yang baru. Semuanya terjadi begitu cepat. Ternyata
hati belum siap. Belum diluaskan untuk menampung lebih banyak beban kewajiban. Segala
sesuatu yang datang menjadi begitu berat dan menyesakkan. Dan untuk pertama
kalinya, saya menyadari bahwa bahkan setelah kita mendapatkan apa yang kita
inginkan, kita masih harus berusaha keras untuk menjaganya. Apapun, mau tentang
pekerjaan, barang, orang, semuanya seperti itu. Maka, di kala itu, saya
beruntung mengikuti sebuah pertemuan, yang singkat cerita mampu membuka hati
saya untuk lebih lapang, ikhlas, tegar, atas apapun yang nanti akan datang.
Ternyata sederhana saja semua masalah ini. Cukup jalani dengan baik, maka
apapun urusan yang ada di dunia ini pasti akan usai. Jangan mengeluh, karena
tidak ada manusia yang senang mendengar keluhan, karena mengeluh tidak membuat
urusan lebih cepat usai, karena mengeluh justru menambah berat beban yang
dipikul hati. Lalu, niatkan semua urusan hanya untuk Allah, maka sempurna sudah
urusan itu dijalani dan benar sudah hidup ditapaki. Naik turun semangat adalah
hal yang wajar. Jika lelah, beristirahat bukanlah sebuah dosa. Tapi, jangan
lama-lama karena puncak yang kita kejar masih sangat jauh dan puncak itu selalu
memanggil-manggil nama kita di setiap detik agar segera tiba. Ah, menjadi orang
besar memang tidak semudah yang dibayangkan, ya?.
Satu hal lagi yang harus saya ingat di sini adalah
terus berjalan dengan baik setelah sampai pada satu tujuan agar lekas sampai
pada tujuan-tujuan berikutnya adalah salah satu bentuk rasa syukur terbaik
karena sudah disampaikan pada tujuan itu. Ini bukan tentang balapan, tapi
tentang konsistensi. Garis final sesungguhnya adalah kematian, karena setelah
itu tidak ada lagi hal yang harus diperjuangkan. Bentuk rasa syukur terbaik
lain adalah konsisten mencintai dan mematuhi Sang Maha Penyayang. Terkesan
mudah, tapi sungguh membuat semakin membuncah rasa bersalah. Harusnya aku bisa
melakukan lebih setelah semua ini terjadi. Oke, saya akan terus berusaha
memperbaiki apa saya yang belum baik.
Setelah semua kisah pertandingan hingga kemenangan
lalu awal yang baru ini lengkap terceritakan di tahun 2019, saya bersyukur
karena cerita ini ditutup dengan sangat manis. Persahabatan sejati. Sebenarnya,
hingga kini saya tidak yakin apa itu definisi persahabatan sejati di dunia
orang dewasa dan apakah saya memilikinya atau tidak. Tapi, daripada memikirkan
hal-hal bersifat konsep seperti itu, menikmati apa yang sedang terjadi dalam
hidup ternyata lebih mudah. Tujuh tahun lebih telah berlalu, tetapi bertemu
dengan mereka selalu menghadirkan nuansa yang sama. Tidak pernah berubah. Dan
aku suka. Aku jadi lupa rasanya menjadi dewasa, juga beban berat yang sedang
kupikul, dan beberapa masalah yang masih belum ketemu jawabannya. Saya harap semuanya akan selalu sama. Karena
memiliki orang-orang yang tepat di momen yang tepat tidaklah mudah dan
sangatlah jarang di hidup yang tidak tertebak ini. Akankah di masa depan saya
memiliki lebih banyak orang-orang yang seperti mereka? Wahai semesta, bilang
aamiin untuk permohonanku yang satu ini.
Di tahun 2019, saya merasa bahwa masih banyak hal
yang harus saya perbaiki. Tak apa, karena setidaknya saya tahu apa saja hal-hal
itu. Tahun 2020 yang akan datang sebentar lagi, kira-kira kisah macam apa yang
akan saya jalani? semoga semuanya menjadi semakin baik, berkah, dan bahagia. Semoga
apa yang seharusnya tergenggam berhasil digenggam dan apa yang seharusnya
dilepas bisa akhirnya terlepas. Aamiin.
Hon
Nurizza
Komentar
Posting Komentar