Ketika Pekerjaanmu Berat (Edisi: Quarter Life Crisis Vol. V)


        Tulisan pertama di bulan Oktober ini, saya akan dedikasikan untuk membahas mengenai Quarter Life Crisis setelah sekian lama saya tidak menuliskannya. Padahal kalau dipikir-pikir, umur masih on the way 25 tahun insya Allah dan crisis hampir tiap hari datang menerjang. Sebagai prolog, saya akan bercerita mengenai seseorang yang saya kenal. Orang itu adalah karyawan di bagian administrasi yang memang kerjaannya banyak dan super sibuk. Saya mengenalnya sebagai seseorang yang baik dan ringan tangan dalam membantu urusan orang lain. Saya kagum dong, karena jarang sekali ada petugas bagian administrasi yang masih ramah, baik, dan senang memudahkan urusan orang lain seperti dia. Tapi tidak lagi, karena saya lihat beberapa bulan terakhir ia selalu mengeluh di status medsosnya. Entah karena pekerjaanya yang tak kunjung habis lah, entah karena pekerjaannya “disulitkan” orang lain lah, entah karena jodoh lah, entah karena yang lainnya lah. Pokoknya, kesannya seperti statusnya tidak pernah lepas dari keluhan. Terus terang membuat yang baca, paling tidak saya, mengerutkan dahi. Sampai akhirnya saya merasakan sendiri apa yang kira-kira orang itu rasakan di hidupnya. Pekerjaan sulit dan banyak, deadline berdekatan, ketakutan tidak bisa menjalankan amanah, khawatir akan kegagalan? Ahahaha, emang enak, Nes?


            Yeah, saya tidak akan mengisi paragraf kedua ini dengan melanjutkan keluhan-keluhan saya. Buat apa? Palingan bikin yang baca males. Tapi, saya akan lebih menjabarkan mengenai cara menyikapi permasalahan ini dengan tepat, dimana cara-cara menyikapi yang akan saya tuliskan ini saya peroleh dari orang tua saya dan salah seorang tokoh ulama yang saya kagumi. Dengan harapan, kelak ketika saya lupa, saya bisa segera back to the right way saat baca tulisan saya sendiri atau semoga bisa membantu para pembaca sekalian yang sedang merasakan apa yang saya alami. Ketika pekerjaanmu terasa terlalu berat, terlalu sulit, terlalu menyita waktu dan tenaga, bagaimanakah cara menyikapi?

            Pertama, kita harus menggambar sebuah lingkaran besar di dalam pikiran kita dan memberinya nama dengan kata “Akhirat”. Kita harus ingat kembali dan afirmasi ke diri sendiri kalau seluruh hidup kita ini hanyalah untuk Allah. Bahkan, alasan terutama Allah menciptakan manusia adalah untuk menyembahNya, menjadikan seluruh hidupnya untuk beribadah pada Allah saja. Lalu di manakah letak dunia? Dunia kita simbolkan sebagai lingkaran-lingkaran kecil yang letaknya di dalam lingkaran besar bernama akhirat tadi. Mengapa? Karena semua aktivitas kita di dunia, mau itu bekerja, makan, minum, mandi, ngobrol, belajar, menikah, mempunyai anak, dan lain sebagainya sifatnya sepele dan tidak kekal. Apa yang membuat seluruh aktivitas kita di dunia menjadi “berarti” adalah ketika kita memasukkannya ke ranah akhirat kita, mempersembahkannya pada Allah sebagai suatu usaha ibadah kita. Ibadah bukan hanya ritual, kan?. Ya, itu dulu kita harus serap betul betul sampai ke bagian otak yang paling dalam. Nah, ketika kita terlalu fokus pada pekerjaan kita yang sulit dan melelahkan itu misalnya, itu artinya kita sedang melupakan lingkaran besar tadi. Kita seolah terpenjara dalam salah satu lingkaran kecil itu. Makin terkurung disana, tersiksa, dan tak bisa keluar mencari kebebasan jiwa. Beda kasus kalau kita menempatkan pandangan kita pada lingkaran besar itu. Kita akan melihat pekerjaan kita yang sulit dan banyak itu sebagai sebuah lingkaran kecil yang seolah-olah tidak ada artinya jika dibandingkan dengan lingkaran besar tadi. Ya, karena pekerjaan kita yang sulit dan berat tadi memang tidak apa-apanya bagi Allah. Mudah saja bagi Allah memberikan solusi bagi kita atas hal berat dan melelahkan apapun dalam hidup kita. Kalau kata Ustadz Adi mah, kalau kita memprioritaskan Allah, maka Allah akan memprioritaskan kita di tengah masalah-masalah kita. Enak kan kalau perspektif kita seperti ini?.

            Kedua, jangan tangani pekerjaan sulit dan banyak itu seorang diri, karena kita tidak akan mampu. Kita butuh Allah, dear. Kalau kita nekad mau cari solusi dari masalah kita sendirian saja, nggak mau diganggu, sampai lupa sama Allah dan kewajiban ibadah kita, mau berjam-jam berlalu pun, jalan keluarnya tidak akan ketemu. Semakin dipaksain, malah semakin membuat pusing. Semakin dikerjakan, malah semakin membuat sesak. Kalau begini kejadiannya, tandanya kita kurang tawakkal. Coba ingat lagi bahwa pekerjaan itu amanah dari Allah. Allah mengamanahkan itu hanya ke kamu, bukan ke yang lain, karena Allah menganggap kamulah yang mampu dan Dia yang akan membantu kamu sendiri untuk menjalankan amanah itu sampai tuntas. Tapi, gimana bisa kita berharap Allah bantuin kalau kita sendiri lupa sama Dia? Makanya, dekat-dekat terus sama Allah dan terus tawakkal saja. Oke, pekerjaanmu berat tapi kamu nggak sendirian, ada Allah sang Maha pemberi kemudahan yang semudah-mudahnya mudah yang akan membantumu menangani amanah itu. Jadi, selama kamu dekat sama Allah, kamu tidak perlu khawatir. Oh, satu lagi. Tawakkal juga berarti menyadari bahwa segala sesuatu termasuk pekerjaan itu adalah titipan. Eh iya, saya kan udah bolak-balik bilang tentang amanah ya tadi hehehe. Nah, karena semuanya titipan, jadi jangan terlalu khawatir kalau titipannya mau diambil sama yang punya. Bahkan diri kita sendiri juga adalah titipan yang kapanpun bisa diambil, kan? Makanya, sikapi semuanya dengan biasa aja, jangan terlalu berlebihan. Kalau besok mati, pekerjaan kita menjadi tidak ada artinya, bahkan siap digantikan oleh orang lain.

            The last but not least adalah kita harus selalu ingat bahwa Allah adalah Rabb kita. Rabb berarti Dzat yang selalu memelihara, merawat, mengampuni, memberi kecukupan dan memaafkan hamba-hambaNya. Allah menjanjikan itu sendiri lho kepada kita dan kita boleh banget menagih janji itu padaNya di dalam doa kita ketika mengeluh atas permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Maka, saat kita terlalu khawatir tentang ini itu atau terlalu patah semangat tentang ini itu, sebenarnya kita telah melupakan bahwa kita punya Allah yang sayang banget sama kita. Hmm… manusia memang banyak lupanya.

            Usai sudah postingan pertama saya di Bulan Oktober ini ditulis. Coba deh praktekin yang di atas, insya Allah hidup akan menjadi terasa lebih ringan dan tulus. Terakhir, meskipun sedang dalam keadaan yang sangat lelah, ternyata menulis sepanjang lebar ini justru mengobati lelah saya. Benar-benar the power of hobby. Ah, coba aja tiap hari saya punya ide buat nulis di sini. Anyway, makasih buat yang udah baca. See you!




Hon Nurizza

Komentar