Assalamualaikum! Hai readers,
jadi akhir-akhir ini saya lagi kepo sama GMO alias Genetically Modified Organism atau disebut juga dengan tanaman
transgenik. Berhubung kekepoan saya sudah terjawab, saya jadi ingin menjawab
kekepoan orang lain juga. Kali aja kamu juga kepo kan?. Tanaman GMO adalah tanaman hasil perakitan
rekayasa genetik. Bagi kalian yang lupa atau belum tahu, rekayasa genetika
adalah suatu proses menyisipkan suatu gen asing dari suatu organisme ke genom
organisme yang berbeda jenis. Salah satu contohnya adalah dengan menyisipkan
gen dari bakteri ke genom tanaman padi, dengan harapan akan dihasilkannya
tanaman padi yang tahan terhadap hama tertentu atau cekaman lingkungan, seperti
salinitas, kekeringan, dan lain sebagainya. Sedikit cerita sebentar, awal saya
tahu tentang teknologi ini, saya langsung kagum banget. Saya pikir, teknik ini
keren banget parah. Dengan solusi seperti itu, berbagai permasalahan di dunia,
seperti masalah lingkungan, pangan, pakan, medis, industry, dan lain sebagainya
akan dengan mudah terselesaikan. Masya Allah, How cool biology it was!
Tapi
eh tapi, tidak semudah itu, pemirsah!. Saya baru ngeh tentang kontroversi
tanaman transgenik ketika magang di salah satu
laboratorium perakit tanaman transgenik di Indonesia. Hasil kepo sama
penelitinya, ternyata memang regulasi tanaman transgenik di Indonesia itu ketat
banget, sehingga sangat sulit untuk dibudidayakan di Indonesia. Pengen tahu
lebih jauh? Yuklah, terusin baca aja!
Penelitian
tentang perakitan tanaman transgenik di Indonesia sudah ada sejak tahun 1999.
Sementara itu, perakitan tanaman GMO, khususnya tanaman pangan dalam hal ini,
seperti di USA dan negara lainnya, sudah berlangsung lebih lama dari itu. Penelitian
itu terus menerus dikembangkan hingga sekarang. Berbagai varietas tanaman GMO
sudah berhasil dirakit oleh Kementan, lembaga ilmu pengetahuan, balai-balai
litbang, hingga lembaga swasta di Indonesia. Hal ini bukanlah tanpa alasan.
Sebab, perubahan iklim lingkungan akibat pemanasan global dapat mengancam
produktivitas dan kualitas tanaman pangan, sementara itu kian tahun penduduk
bumi kian bertambah. Jika dibiarkan terus, bukan tidak mungkin bahwa di masa
depan akan terjadi kelaparan hebat yang melanda bumi akibat tanah yang sudah
tak mampu menumbuhkan tumbuhan, seperti yang digambarkan dalam film Interstellar itu tuh hehe. Masalahnya
adalah budidaya tanaman transgenik ini tergolong kontroversial, sebab
dikhawatirkan akan terjadi berbagai dampak buruk, seperti resistensi
antibiotik, gulma yang tidak terkendali, hingga masalah kesehatan manusia,
seperti ada potensi karsinogenik, alergenik, dan lain sebagainya. Meski
kebanyakan masih berupa kekhawatiran semata, seluruh negara di dunia
benar-benar memperhatikan dan melakukan pengawasan ketat terhadap tanaman
transgenik untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan tersebut. Maklum,
teknologi ini baru muncul sekarang, zaman nenek moyang dulu belum ada, jadi
mana tahu dampaknya bagi kita dan generasi selanjutnya?.
“Jadi, tanaman transgenik itu belum
pernah beredar di pasaran ya?”
Kalau
kamu jawab belum ada, kamu salah besar, guys. Ada beberapa negara, seperti
Amerika, India, dan lain-lain (jumlahnya cukup banyak) yang melegalkan budidaya
tanaman transgenik di negaranya. Tentu saja hal itu dilakukan dengan pengujian
dan pengawasan yang super ketat dan teliti, hingga tanaman transgenik itu
terbukti cukup aman untuk manusia dan lingkungannya. Beberapa produk jagung dan
kedelai GMO yang menggunakan gen dari Bt (Bacillus
thuringiensis) telah dikonsumsi luas oleh masyarakat dunia, lho. Bahkan,
kalian nyangka nggak sih kalau produk itu sudah diimpor di Indonesia untuk
mengatasi kekurangan produksi jagung dan kedelai dalam negeri?. Yep, jadi
disini bisa diketahui bahwa Indonesia itu ternyata sudah lama mengimpor tanaman
transgenik yang sudah terbukti aman untuk dikonsumsi.
“Apakah Indonesia juga menanam
tanaman transgenik?”
Dahulu
kala, tanaman transgenik berupa kapas Bt pernah diuji coba dibudiayakan di
beberapa daerah di Sulawesi selatan. GMO hasil produksi Monsanto, USA tersebut
berhasil memasuki tahap uji coba di ladang petani, setelah melalui tahapan
pengujian yang sangat panjang yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan kementrian
terkait. Pada tahun pertama, pendapatan petani kapas naik bukan main. Yang
semula hanya sekitar 600 ribu, berkat menaman kapas transgenik berhasil
melampaui angka 2 juta rupiah. Karena hal tersebut, awalnya pemerintah berupaya
untuk melanjutkan budidaya tersebut, tetapi karena suatu hal (saya nggak nemu
alasannya), perusahaan pemroduksi kapas GMO tersebut menarik kembali seluruh benihnya.
Setelah itu, kementrian terkait malah dituntut ke pengadilan oleh LSM, ya
meskipun tuntutannya akhirnya ditolak. Nah sudah saya bilang kan, tanaman
transgenik ini meskipun keren gila, tapi juga kontroversial.
Saat
ini pun, seperti yang sudah saya utarakan tadi, banyak varietas tanaman
transgenik hasil penelitian dalam negeri sudah dalam proses pengujian agar bisa
dilepas secara komersial. Pengujian tersebut mencangkup budidaya di rumah kaca,
kebun percobaan, lapangan terbatas, multilokasi, hingga uji nutrisi pangan dan
pakan yang mencangkup potensi alergi, potensi perpindahan protein, potensi
adanya senyawa beracun, kandungan nutrisi makro & mikronya, dan lain
sebagainya yang melibatkan berbagai lembaga terkait hal tersebut. Hal tersebut
tentu saja tak hanya memakan waktu yang sangat lama, tetapi juga biaya yang
sangat mahal. Belum lagi, kalau nanti ada yang menuntut secara hukum, pastilah
itu butuh biaya yang besar juga untuk menyelesaikannya. Jadi, kesimpulannya
beberapa varietas tanaman GMO itu hingga saat ini masih stuck dalam tahap-tahap pengujian itu. Hal ini dikarenakan
pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian yang sangat untuk mencegah
munculnya dampak negatif.
“Mungkinkah Indonesia pada
akhirnya melegalkan budidaya tanaman transgenik?”
Tentu
saja saya tidak tahu. Saya mah apa euy. Wallahualam ya. Tapi, kabar baiknya
pemuliaan tanaman alias perbaikan mutu tanaman itu bukan hanya bisa dicapai
dengan teknik rekayasa genetika kok. Pemuliaan konvensional dengan penyilangan
plasma nutfah unggul dalam beberapa generasi telah sejak lama dapat memperbaiki
kualitas tanaman pangan itu sendiri. Meskipun tentu saja membutuhkan waktu yang
lebih lama. Adapula ilmu agronomi, yang dapat meingkatkan kualitas tanaman
dengan memodifikasi faktor lingkungan dan nutrisinya. Kabar baiknya lagi, saat
ini sedang booming sebuah teknologi bernama gene editing, yaitu CRISPR. Disebut sebagai gunting atau pensil molekuler,
teknik ini memungkinkan ilmuan untuk memotong suatu gen untuk tujuan tertentu.
Misal, dengan teknik ini, peneliti bisa merekayasa embrio sapi dengan memotong
gen pembentuk tanduk, sehingga diharapkan embrio tersebut akan tumbuh menjadi
sapi tanpa tanduk. Hal ini dipandang menguntungkan bagi peternak, sebab
keberadaan tanduk dapat melukai sapi lain dan bahkan peternak. Teknik ini tentu
saja bisa diterapkan pada tumbuhan juga. Hanya saja, teknik ini masih sangat
baru, jadi peneliti benar-benar harus memastikan teknik ini aman untuk diaplikasikan
dan tidak menimbulkan kontroversi sebagaimana teknik rekayasa genetika.
Seharusnya sih teknik ini safe ya,
karena tidak melibatkan transfer gen organisme lain sama sekali. Tapi entahlah, kita
tunggu saja kabar selanjutnya dari ilmuan-ilmuan genetika molekuler kita.
Sekian
apa yang bisa saya bagikan hari ini. Semoga bermanfaat untuk mengobati kekepoan
kamu. See you on the next post!.
Hon Nurizza, dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar