How’s Life in Surabaya?




Hahai readers! Apa kabar jiwa-jiwa yang tersesat di Blog saya ini? Semoga kamu manusia baik dan dalam keadaan baik. Malam ini entah kenapa saya jadi kangen ngeblog. Nah, berhubung saya sibuk untuk hal lain dan nggak ada kesempatan buat cari konten buat diceritain, akhirnya saya tulis aja tentang pengalaman saya selama empat tahun kuliah di Surabaya. Tulisan ini mungkin lebih tepat bukan kamu yang akan atau sedang mempertimbangkan Kota Pahlawan ini sebagai tempat untuk melanjutkan studi atau bekerja. Nggak usah kepanjangan prolog, langsung aja kita masuk ke poin-poin berikut ini!

1.      Kota yang Hot

Sudah bukan rahasia lagi kalau Surabaya adalah kota dengan cuaca yang panas. Apalagi, kota ini terletak di pesisir pantai. Tapi, walau bagaimana pun, panasnya Surabaya ini berbeda. Panas Surabaya terkadang cenderung terik, tapi kadang juga disertai pengap. Makanya, kalau kamu ngekos, wajib hukumnya punya kipas angin atau pakai AC. Atau kalau tidak, kamu bakal kegerahan dan nggak bisa tidur. Jujur, sebelum saya di Surabaya, saya nggak pernah tidur pakai kipas angin, tetapi saat saya tinggal disana, saya nggak pernah tidur tanpa kipas angin.  Kalau kamu termasuk orang yang nggak tahan panas, jangan lupa bawa kipas tangan atau kipas angin mini kemana-mana, atau minimal sesuatu yang bisa buat kipasan. Satu lagi, karena cuacanya panas, biasanya kita terdorong untuk minum minuman dingin yang banyak es-nya. Cuma ngingetin aja buat kamu supaya nggak berlebihan biar nggak sakit. Pengalaman saya, hampir tiap makan di kantin, saya selalu pesan minuman dingin, karena… panasnya itu lho, nggak nahan. Apakah saya pernah kedinginan di Surabaya? Jawabannya tidak pernah!, kecuali ketika saya sedang sakit. Mau mandi malam atau pagi buta pun, saya juga tidak pernah kedinginan. Yap, itulah ajaibnya Surabaya.

2.      Cultural Shock saat Menghadapi Arek Surabaya Asli

Kalau boleh jujur, tahun pertama saya kuliah, saya sempat mengalami semacam cultural shock. Ini lebih disebabkan oleh orang-orang disekitar saya yang notabene orang Surabaya asli. Orang Surabaya cenderung berbicara dengan volume keras dan lugas, berapi-api. Sebagaimana orang pesisir lainnya. Selain itu, yang bikin kita shock itu adalah ungkapan ja***k atau **k yang lumayan sering terdengar sana-sini. Apalagi kalau kamu di tempat umum seperti terminal. Di kampus pun, ada teman yang bilang begitu. Wah, bagi saya sih awalnya itu kasar banget karena saya berasal dari Jawa Timur bagian selatan yang dekat dengan Jateng, yang notabene karakternya alus. Tapi, setelah beberapa lama, saya sudah mulai terbiasa dan mengerti kalau maksud mereka ternyata tidak seperti yang saya kira. Mereka biasa mengartikan kata itu sebagai sapaan atau lainnya. Ya, semacam “anjir” lah wkwkwk. Dan teman-teman saya di kampus pun juga terlihat mencoba menyesuaikan “budayanya” alias kata tersebut ketika berinteraksi dengan kami, yang berasal dari kota lain, semisal dengan mengubah konsonannya. Tipsnya sih jangan mudah sakit hati aja kalau misal kamu pernah meleng saat nyebrang jalan, trus ada orang teriak ngatain kamu pakai kata-kata pamungkas itu huehuehe. Eits, saya bukan bermaksud menjelek-jelekkan orang Surabaya ya, karena tentu saja nggak semua dari mereka seperti itu. 

3.      Makanan Khas Surabaya Apa Sih?

Bicara soal kuliner, Surabaya tergolong kaya dengan makanan dan minuman khas. Makanan dan minuman yang bisa sangat mudah kita jumpai di Surabaya adalah:
a.       Lontong balap dan lontong kupang (banyak dijual abang-abang gerobak. Biasanya sepaket sama sate kerang dan es kelapa muda).
b.      Rujak cingur (Merupakan rujak ulek+cingur+buah, kalau kamu nggak suka makan buah dicampur rujak sayur, bilang aja nggak pakai buah, atau nggak pakai sayur, eh nah lo?)
c.       Penyetan (Sangat amat menjamur di lingkungan dekat kampus. Makanan favorit anak kos)
d.      Tahu Tek dan Tahu Campur (Tahu tek adalah tahu yang dilumuri sambel kacang dan petis, biasanya dicampur sama lontong dan telur. Kalau tahu campur adalah tahu dan mie lontong yang disiram kuah sayur bersantan dan berlemak sapi? Kambing?. Banyak di jual di abang-abang keliling).
e.       Nasi goreng dan mie goreng (Teman setia anak kos setelah penyetan. Porsinya kegedaan. Banyak dijual abang-abang keliling atau mangkal).
f.       Rawon setan
g.      Soto ayam
h.      Sate klopo (Sate sapi yang dilumuri parutan klapa. Biasanya dijual sama teman se-gengnya a.k.a sate ayam dan sate kambing)
i.        Es Cao
j.        Es Gudir
Sebenarnya masih banyak lagi, tapi saya sebutin segitu aja ya? Sisanya kamu explore sendiri kalau sudah disana. Oh iya, makanan di Surabaya harganya berkisar antara 8 ribu -15 ribu, tergantung kamu beli apa. Maklum, UMR kota ini kan juga tergolong tinggi. 

4.      Tempat Melepas Stress?

Kamu bisa banget melepas stress di Surabaya dengan berwisata, nongkrong sama teman, atau shopping. Beberapa tempat wisata di sana adalah Monumen kapal selam, tugu pahlawan, monument sampoerna, kebun bibit wonorejo, pantai kenjeran lama, Kenpark, hutan mangrove, North Quay, Kebun Binatang Surabaya, Hutan Bambu, Air Mancur Menari, danau UNAIR, dan lain-lain. Kalau mau nongkrong sama teman, bisa banget di kafe-kafe hits yang menjamur di Surabaya, mulai dari menu indo, korea, jepang, dan lain sebagainya semuanya lengkap. Mulai dari yang murah hingga yang mahal, ada. Kalau mau shopping, rasanya semua orang sudah tahu kalau di Surabaya banyak sekali mall dan pusat grosir. Maafkan author yang nggak bisa menjelaskan satu per satu. Atau… mau yang paling murah dan nggak bikin capek? Tidur aja di kosan.

5.      Surabaya, Kota yang Cantik

Meski panas, Surabaya adalah kota yang cantik dan bersih. Banyak sekali taman-taman cantik di Surabaya yang bisa kamu kunjungi, seperti taman bungkul, taman prestasi, taman lansia, taman flora, dan lain sebagainya. Selain itu, sepanjang jalan di Surabaya, biasanya di tengahnya ditanami tanaman-tanaman yang berbunga indah. Tak hanya ditanam, mereka juga dirawat dan disirami secara rutin lho. Pemukiman di Surabaya juga tergolong bersih sebab pemdanya mengadakan semacam lomba atau semacamnya yang saya kurang paham. Jadi, warga sekitar termotivasi untuk mempercantik lingkungan tempat tinggalnya dengan cara menyediakan tempat sampah terpisah, menanam tanaman, dan menyediakan sumber air bersih, meskipun tidak di semua wilayah sih. Selain itu, hal yang paling saya sukai dari Surabaya adalah ketika malam hari. Di tengah kota, banyak sekali gedung-gedung, pohon, dan tiang yang dihiasi dengan lampu warna-warni. Kota ini begitu cantik dan mempesona saat malam hari. Siapa dulu dong, walikotanya?!

6.      Tentang Transportasi di Surabaya

Mau kemana-mana pas ke Surabaya, nggak perlu khawatir. Kamu bisa naik angkutan umum alias lyn yang murah banget, seharga 5-6 ribu. Meskipun kadang suka ngetem dan jalannya pelan banget, naik lyn itu bisa ngebantu kita berhemat sekaligus berkontribusi mengurangi kemacetan jalan. Selain itu, biasanya bapak-bapak sopir lyn itu baik-baik lho. Di samping lyn, kamu bisa juga naik Bus Kota. Saran aja buat kamu, siapkan uang pas kalau mau naik bus kota dari Terminal Purabaya (red: 6 ribu), soalnya saya pernah ketipu (hmmm). Tapi nggak semua kenek bus kota suka nipu kok. Banyak yang baik dan jujur. Tipsnya, pilih bus kota yang bagian dalamnya bagus, lebih baik lagi kalau supir dan keneknya berseragam. Kalau pengen pergi dan lagi buru-buru? Yaudah naik ojol atau taksi aja, nggak usah pusing. Oh ada satu tips lagi buat kamu. Sebenarnya Surabaya bukan termasuk kota dengan kemacatan akut sih, menurutku. Tapi, buat menghindari macet, usahakan jangan pergi di jam-jam sibuk, seperti jamnya berangkat kerja/sekolah atau jamnya pulang kerja/sekolah. Kalau kamu kerja atau sekolah? Yaudah, masa mau nggak berangkat?. 

            Oke, sekian apa yang bisa saya ceritakan tentang bagaimana hidup di Surabaya. Tentunya Surabaya yang sesungguhnya lebih dari keenam poin diatas. Surabaya yang sebenarnya pasti lebih kompleks dari itu. Buat saya, tinggal di kota yang cantik  ini tuh menempa kita menjadi manusia yang tangguh dan tahan banting, yaaa if you know what I mean lah…


Sekian,



Kura-kura kecil di Kota Surabaya, Hon Nurizza

Komentar