Tentang Keong yang Lulus Kuliah



Analogi ini bukanlah buah pemikiran saya sendiri. Pertama kali saya mendengarnya adalah dari seorang barista hebat yang kala itu menjadi narasumber di sebuah seminar yang saya hadiri. Keong? Lulus kuliah? Rupanya masuk akal!

Masa-masa kuliah, sungguh empat tahun yang penuh perjuangan, bukan? Di tengah kekosongan menunggu yudisium dan wisuda, apa salahnya sih kita flashback sebentar mengenai perjalanan kuliah kita? 

Di mulai dari diumumkannya nama kita menjadi salah satu bagian dari suatu universitas. Entah itu negeri, entah itu swasta. Entah itu di kota kelahiran atau di kota orang. Kita kemudian memutuskan untuk merantau, meninggalkan keluarga, tanpa tahu kapankah kita bisa kembali tinggal bersama mereka seperti dulu. Ingatkah kita, berat sekali rasanya di awal?

Masa-masa ospek tiba, masa-masa kuliah yang dinanti tak lama lagi juga akan tiba. Mengenal apa itu berkuliah, segala sistemnya, dosennya, teman seangkatan, kegiatan organisasi, juga lingkungan sekitar. Masih ingatkah kita, ketika kakak-kakak alumni sedang berapi-api memberi kita semangat untuk memamfaatkan waktu kuliah sebaik mungkin? "Jangan cuma belajar di kelas, ikutlah organisasi. Hardskill saja tidak akan cukup. Kita butuh softskill untuk bisa sukses!". Lalu, ribuan mata bening mengerjap penuh harap. Tentu harapannya sama, ingin menjadi mahasiswa sukses yang lulus tepat waktu.

Hari demi hari berlalu. Perjalanan perkuliahan tak semulus yang kita perkirakan. Ada konflik internal dan eksternal yang menghadang jalan kita. Hingga mungkin saja itu membuat jalan kita menjadi "berbeda" dengan jalan milik teman-teman yang lain. Tetapi, keberuntungan tetap ada. Salah satunya, beberapa orang yang selalu berjalan bersama kita, teman-teman dekat.

Tentang kuliah di kelas, tutor, praktikum, mengerjakan laporan, tugas kelompok, praktik kerja lapangan, seminar PKL, kuliah kerja nyata, magang, seminar proposal, sidang skripsi, yudisium, wisuda.... lalu apalagi?

Rupanya benar. Menjalani hidup setelah skripsimu rampung, lebih seperti berenang di lautan yang sangat luas. Masa-masa sekolah, masa-masa kuliah, kita menjalani hidup seperti melakukan perjalanan di darat. Ada jalan raya di sana. Kita hanya perlu berjalan sesuai peta, lalu kita akan sampai di garis finish.


Masa-masa setelah kuliah, hidup kita seperti berpindah ke lautan yang luas. Tak ada jalan raya di laut. Sejauh apapun kita memandang, yang kita lihat hanyalah air. Bahkan terkadang kita tak tahu arah mana yang kita tuju, tapi kita memutuskan untuk tetap berjalan berharap suatu saat akan sampai pada tujuan.

Kita seperti keong, bukan?. Di tengah lautan yang luas, ia berlindung di balik cangkangnya. Ketika tubuhnya kian besar. Sadar jika tubuhnya tak lagi muat, kita pergi, mencari cangkang yang baru. Terus seperti itu. Kita seperti keong, bukan? Kita sudah tumbuh pasca kuliah. Tanggungjawab lama sudah usai. Munculah tanggungjawab baru. Mencari "tempat yang baru", karena "tempat yang lama" sudah tak muat lagi. Tempat yang lama sudah ada calon penghuninya, keong-keong yang lebih kecil. Yang baru diumumkan nasibnya lewat SBMPTN dan berbagai jalur masuk PT lain (*eh). Ya, seperti itulah. 

Kemanakah keong kita akan pergi untuk mencari cangkangnya yang baru di tengah lautan yang luas ini? Sudah kubilang, di laut tidak ada jalan raya. Keputusannya ada di tangan keong kita ini. Keputusannya ada di tangan kita sendiri. Tapi, ada satu hal yang jelas. Bahwa jangan sampai keong kita yang satu ini terbawa arus begitu saja. Takutnya kalau ia nyangkut di jaring nelayan. Berakhir di piring restoran seafood atau toko kerajinan tangan pinggir pantai. 

Aku pernah dengar tentang passion, sesuatu yang awalnya membuat kita tertarik lalu kita berjuang mati-matian untuk mendapatkannya. Mungkin itu bisa membantu keong kecil kita menentukan arahnya di tengah luasnya lautan ini. Sehingga, keong kita ini tak perlulah ikut-ikutan keong-keong lain yang bisa jadi berbeda spesies, berbeda marga, atau berbeda ukuran. Toh, cangkah yang mereka cari tidaklah sama. Cangkang satu bisa cocok untuk satu jenis keong, tetapi tidak untuk keong lain.

Biarlah sekarang aku berbisik sesuatu pada keong kita itu...
Keong oh keong
Apa yang kamu sukai?
Apa yang kamu inginkan?
Kalau suka, kalau mau...
Kejarlah itu...
Keong on keong
Tubuh kecil yang gundul tanpa rumah
Teruslah mencari
Jangan lelah mencari
Hingga kau temukan cangkangmu yang tepat
Janganlah takut
Janganlah ragu
Karena jika kamu tidak melakukan apapun
Membiarkan diri terbawa ombak besar
Aku tak bisa membayangkan penyesalanmu,
 ketika berakhir dengan tubuh berlumuran saus padang
atau terlupakan begitu saja karena terkubur panasnya pasir pantai
Pasti kau tahu benar...
siapa yang bisa paling mempercayai keinginanmu akan terwujud, 
kalau bukan kamu sendiri?
Keong oh keong
Untuk kali ini percayalah
Semua akan baik-baik saja
Bukanlah lebih baik mencoba melakukan sesuai kata hatimu
Daripada menyesali hari tua di tempat yang tak pernah kau mau?
Keong oh keong...
Sejatinya aku adalah salah satu dari ribuan keong...
Ayo kita melakukannya!




Hon Nurizza

Komentar