Hahai
readers. Sesuai janji saya di post sebelumnya, kali ini akan saya sajikan
oleh-oleh gratis dari hasil seminar nasional yang saya hadiri kemarin. Menurut
saya, tema seminar ini tergolong menarik, sebab mengkaji pemanfaatan biologi
untuk kepentingan ekonomi. Bidang biologi yang selama ini identik dengan teori,
dunia akademik, dan penelitian, ternyata juga dapat diaplikasikan untuk mengembangkan
perekonomian bangsa. How’s? Simak ulasan berikut ini.
Sebelum membahas kesana kemari, kita
kenalan dulu yuk dengan Bioekonomi. Apa sih itu? Menurut salah satu narasumber,
Bioekonomi adalah aktivitas produksi sumber daya biologi, proses konversi
sumber daya tersebut, serta produksi limbahnya yang keseluruhannya dapat
dimanfaatkan menjadi produk bernilai tambah dan bermanfaat bagi manusia,
seperti pangan, pakan, bioenergi, dan bio-based product lainnya. Singkatnya
adalah… bioekonomi merupakan usaha manusia untuk memanfaatkan sumber daya biologi
(hewan, tumbuhan, mikroba) menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia. Tidak
hanya manusia sebenarnya, namun juga lingkungan. Contohnya paling sederhananya
adalah biogas dari kotoran sapi. Seperti yang kita ketahui, kotoran sapi
merupakan biomassa yang banyak mengandung lignin dan selulosa. Nah, jika
difermentasi, kotoran sapi akan menghasilkan gas metana yang dapat dimanfaatkan
sebagai energi alternatif. Tidak berhenti sampai disitu, limbah kotoran sapi tersebut
dapat digunakan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu,
pemanfaatan kotoran sapi sendiri sudah merupakan upaya mengurangi pencemaran
lingkungan. Mulfungsi sekali, bukan?. Nah, itulah yang dimaksud dengan
bioekonomi. Dari mulai produk awal, produk jadi, sampai limbahnya punya
kebermanfaatan bagi manusia.
Akan
tetapi, Gimana jadinya kalau bioekonomi diterapkan di era revolusi industry 4.0?
As we know, Revolusi industi 4.0 merupakan program yang sedang diramai-ramainya
dibahas dan pemerintah pun ingin bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang
lebih maju lewat implementasi industri generasi keempat ini. Menurut Wikipedia,
Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam
teknologi pabrik. Istilah ini mencangkup sistem cyber-fisik, serba internet,
dan komputasi kognitif. Well, jujur agak bingung dengan definisi di atas sih.
Lebih sederhananya, kita sebutkan saja contoh konkretnya seperti Grab, Gojek,
Bukalapak, Traveloka, dan berbagai aplikasi sejenis lain yang memanfaatkan
internet untuk mempermudah kehidupan manusia. Lalu, bagaimana jika dihubungkan
dengan bidang Biologi?. Sebenarnya sudah banyak sekali contohnya, seperti
pemanfaatan teknologi robotik untuk delivery drug ke bagian tubuh yang spesifik
pada pasien, kit serba praktis yang dapat mendeteksi penyakit atau parameter
fisiologi tertentu dengan cepat dan akurat, pemanfatan bambu atau limbah kelapa
sawit untuk pengganti bahan baku pembuatan kertas, serta pemanfaatan konsorsium
mikroalga dan bakteri untuk menghasilkan biomassa tinggi yang kaya nutrisi.
Keren nggak sih? Menurut saya sih… Kereeen bangeeet :):):)
Lalu,
apasih yang dituntut dari para Biolog, Akademisi, dan Peneliti Biologi? Yap,
mereka harus terus berinovasi. Alih-alih melakukan riset yang outputnya hanya
berhenti pada tahapan publikasi, mereka dituntut untuk sekreatif mungkin dalam
memutuskan dan menjalankan tema penelitian yang memungkinkan untuk
diaplikasikan output penelitian dalam menyelesaikan permasalahan negeri,
seperti kesehatan, ketahanan pangan, lingkungan, dan lain sebagainya. Riset yang
dituntut tak melulu riset yang terlalu canggih sehingga tidak memungkinkan
untuk diaplikasikan oleh rakyat kecil. Sebaliknya, riset di bidang biologi era
RI 4.0 juga dituntut untuk sederhana tetapi efektif dalam membantu permasalahan
yang ada di masyarakat. Sebagai contoh adalah inovasi dalam “proses produksi”
pengolahan hasil bumi. Mengingat Indonesia merupakan negara mega biodiversitas,
rasanya potensi riset di bidang biologi era RI 4.0 memiliki peluang yang sangat
besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu, sinergi dari berbagai pihak, yaitu
pemerintah, industri, akademisi, peneliti, dan masyarakat luas memegang urgensi
yang tinggi.
Sekian
apa yang bisa saya bagikan dalam kesempatan kali ini. Saya hanya ingin berpesan
bahwa manusia yang terlahir di dunia, diciptakan dengan bidangnya
masing-masing. Nggak ada satu bidang yang lebih keren atau bidang lain yang
lebih buruk daripada yang lain. Asalkan kamu sudah menemukan bidangmu,
memandang itu adalah sesuatu yang sangat keren, dan memutuskan untuk terfokus
pada bidang itu, sebenarnya sudah tidak ada lagi masalah. Tidak perlu lah
mengomentari seseorang dari bidang lain dan menganggapnya tidak keren. Tiap
orang punya bidang dan ranah kontribusinya masing-masing. Wokeh, sekian epilog tidak
nyambung versi saya. Semoga post kali ini lebih banyak memberikan faedah bagi
banyak orang. Sampai jumpa di post selanjutnya, sampai jumpa di perjalanan
berikutnya!.
Hon
Nurizza, S.Si
Komentar
Posting Komentar