Hai readers, lama ngga jumpa ya? Nah entah kenapa hari ini kangen banget pengen ngeblog. Akhirnya jadilah aku nyasar disini. Satu hal yang baru aku tau, ternyata aku bisa bikin tulisan di blog lewat hape android wkwk. Tapi maaf ya kalo tulisannya jadi ngga rapi. Lain kali aku rapiin deh kalo sempet.
Kesempatan kali ini, aku pengen banget bahas sesuatu yang baru aku pahami. Readers, ternyata hidup bukanlah soal bersaing. Hidup memang soal menjadi yany terbaik. Tetapi menjadi yang terbaik ternyata bukanlah soal mengalahkan dan menjadi yang tercepat. Itu beda lagi.
Readers, kita dibesarkan dan dididik di kelas dengan sistem rangking. Sistem yang menurutku sangat membunuh. Berkat sistem itu, kita telah memahami bahwa yang terbaik adalah si nomor 1 dan yang terburuk adalah yang sebaliknya. Akibatnya semuanya berbondong2 menjadi yang terbaik. Saling mengalahkan. Boro2 kerja sama, justru yang ada saling mrngalahkan demi menjadi si nomor 1. Dan ketika berhasil menjadi nomor 1, apa yang terjadi? Apa yang terjadi jika seseorang terus menerus menjadi si nomor 1 dan menyangka dirinya lebih baik dibandingkan orang lain? Apa jadinya? Ia telah terbunuh. Ia akan berjuang sekeras mungkin membawa dirinya selamanya bertahan di puncak. Enggan dan tidak bisa bekerja sama. Tidak terima jika orang lain suatu saat berada di puncak bersamanya atau di puncak lain yg lebih tinggi darinya. Ia ingin menjadi yang terbaik di segala aspek. Parahnya, ia bersedih diatas kemenangan orang lain dan bergembira diatas kesedihan temannya sendiri. Readers, ia telah gagal memahami bagaimana hidup bekerja pada manusia2 seperti kita.
Di dunia nyata. Di dunia yang sebenarnya kita hadapi. Ketika kita meninggalkan 'sekolah', yang dapat membuat kita menjadi yg terbaik adalah justru dengan bekerja sama. Membantu dan bersinergi dengan orang lain, mengusahakan bersama, berjuang bersama, lalu menang dan senang bersama2 pula. Ah hidup kadang memang seperti ini. Ada yang serba terbalik. Tetapi justru yang terbalik dari yang kita pahami itulah yang benar, yang dijadikan rumus dimana kebanyakan orang tidak memahami dan mengambil jalan yang sebaliknya.
Readers... bersaing ternyata bukan dengan individu lain. Tetapi bersaing dengan diri sendiri, itulah yang benar. Bersaing dengan masa lalu agar kita menjadi sosok yang lebih baik di masa depan. Bersaing dengan nafsu diri sendiri agar kita tetap bertahan pada track yang benar untuk meraih mimpi mimpi kita. Bersaing dengan rasa takut atas kekurangan yang kita miliki dan hal hal yang belum pernah kita lakukan agar kita slalu bergerak menuju ke arah yang kita mau.
Readers. Inilah hidup. Tentu saja Tuhan menciptakan banyak manusia di dunia ini bersama kita bukan untuk menjadi pesaing, tetapi untuk menjadi teman, bekerja sama, dan bahu membahu menggapai impian besar. Ya, hidup terkadang konyol. Manusia membuat sendiri sistem keniscayaannya dan melakukannya turun temurun padahal itu salah dan dapat 'membunuh' diri mereka sendiri. Dan aku tidak ingin menjadi seperti itu.
Readers. Hidup memang hanya sekali. Menjalaninya dengan benar adalah sebuah kewajiban dan anugerah agar tidak merugi. Oh apalah dunia ini? Yang semakin difikirkan semakin tak mudah dipahami. Yang semakin dikejar lari semakin tidak tahu dimana semua ini telah berakhir.
Readers, bukankah ini indah? Ketika kita sangat ingin sesuatu. Kita membayangkannya dan mengharapkannya menjadi nyata kemudian kita menjadi tak berharap banyak namun tetap percaya kebesaranNya. Lantas suatu hari kita tanpa kita nyana, sesuatu itu benar2 terjadi dan menjadi nyata persis sempurna seperti yang kita inginkan. Ya indah bukan? Aku pernah melakukannya. Semoga lain kali aku beruntung bisa melakukannya lagi dan lagi. Mendapatkannya lagi dan lagi. Ah kenapa kita harus bersaing dengan yang lain ketika kita punya Tuhan yang sanggup mewujudkan beribu ribu lebih doa doa? Mengapalah kita ngotot menjadi yg terbaik dari yang lain jika kita tahu bahwa diatas langit selalu ada langit dan langit tertinggi akan selalu Dia? Mengapalah kadang kita selalu dibutakan dalam menginginkan sesuatu padahal apalah hidup ini?
Hon Nurizza
Komentar
Posting Komentar