Kosa kata "IRI"

Kita mungkin iri pada bintang. Si mungil dengan kerlipnya itu membuat banyak manusia menatap takjim penuh kekaguman. Si cantik yang cahayanya mampu menyinari langit yang telah mati. Kita ingin menjadi seperti bintang. Tanpa kita menyadari bahwa kerlipnya yang abadi selalu diabaikan ketika malam memudar. Bahwa usahanya untuk selalu menghidupkan langit mati selalu kalah dengan agungnya matahari di pagi hari.

Kita mungkin iri pada matahari. Ia besar dan hebat tiada tara. Tak hanya itu, ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk menyinari nafas manusia. Tak ada yang meragukan kesetiaannya. Matahari tak pernah absen meski sehari. Kita ingin menjadi seperti matahari. Tanpa kita menyadari, bahwa untuk membayar kesetiaannya, ia harus menjauh sejauh mungkin dari nafas-nafas manusia. Menjaga dirinya tetap jauh agar segala sesuatu berjalan seperti seharusnya.

Kita mungkin juga iri pada gunung. Ia kokoh, besar, dan sulit ditakhlukkan. Kita ingin menjadi seperti gunung. Tanpa kita sadari bahwa gunung memiliki kebesaran hati yang tiada tara, ketika manusia dengan beringas menebang pohon keikhlasan miliknya. Bahwa gunung dengan kesabaran yang luar biasa suka rela memulihkan dirinya sendiri (selama beratus tahun lamanya) untuk akhirnya dirusak lagi.

Ah, kita bahkan iri pada si kecil, Escherichia coli. Ia adalah bagian dari khayalan masa depan dalam cerita ilmiah masa kini. Ecoli berperan sebagai kurir handal bagi gen hero untuk ditanamkan pada DNA target. Ah, kita pun ingin jadi se-legend Ecoli. Tanpa kita ingat kembali, berasal dari apa si kecil ini. Ia berasal dari tempat menjijikan di seluruh bumi.

Aku sedang iri pada kucing kampung yang riang itu. Setiap hari, ia asyik berguling di lantai, merengek minta makan, kenyang, lalu bermain riang diatas keset bersama teman-temannya. Ah, aku pun ingin menjadi kucing itu. Tanpa kusadari, ia bisa juga punya masalah yang serius. Tadi pagi, kaki depannya pincang satu. Seharian, ia hanya meringkuk lesu diatas kursi kami. Sudah tak berselera berlari riang atau bermain keset seperti kemarin.

Kita iri. Kita bermimpi. Lalu kita mendapatkannya. Kemudian kita menyadari, bahwa iri dan mimpi, keduanya membawa harga yang harus dibayar.


*Hon Nurizza


� ��|:MzJ

Komentar