Kisah Dede dan Dodo

Dede manyun seharian. Tak percaya apa yang barusan dikatakan sahabatnya, Dodo.

“Desa kita ini sudah sempurna, Dodo. Apalagi yang kau cari? Tanah yang subur, padang gembalaan yang luas, ternak yang gemuk, panen melimpah, air sungai yang jernih, gunung dan air terjun di belakang rumah,apa lagi yang kau cari, kawan?”
Yang dari tadi dimarahi diam saja. Dodo menatap kosong ke langit-langit rumahnya yang hangat.

“Kau benar Dede. Aku sudah kaya. Seluruh penghuni desa sudah kaya. Kita semua hidup tentram, damai, nyaman”

Dede berdiri berkacak pingang. Matanya sedikit merah. “Kalau begitu tinggallah di desa tercinta kita ini. Bukankah kau tak tahu sama sekali tentang wujud tempat antah berantah di balik gunung besar itu? Bagaimana jika kau sengasara disana? Bagaimana jika kau mati sendirian disana?”

“Apa yang kucari?”, Dodo masih asyik bergumam sendirian. Dede jengkel lantas pergi meninggalkan rumah Dodo membanting pintu.

Keesokan harinya, penduduk desa sedang ramai-ramai mengadakan pesta perpisahan untuk melepas lima orang pemuda desa yang akan memutuskan merantau ke tempat yang disebut Dede antah berantah itu. Sesungguhnya, tempat itu sama indah dengan desa mereka. Namun sebagaimana dua bunga yang sama-sama indah, mereka bisa saja berbeda, mungkin berbeda spesies, warna, harum, ya.. tetapi keduanya sama-sama indah. Dede meringkuk marah di atas kasurnya. Masih jengkel dengan Dodo. Apakah sahabatnya itu jadi pergi? Ketika Dede membuka pintu kamarnya, ia menemukan sepucuk surat. Itu dari Dodo.

Dear, Dede

Kau benar bahwa aku sudah kaya dan tempat ini tempat yang indah, juga seluruh orang yang kusayangi ada disini. Kau benar tentang apa yang aku cari? Nyatanya aku tidak mencari apapun. Aku hanya membiarkan diriku tumbuh, hatiku mengembara ke seluruh penjuru bumi, bertemu kesempatan baru, orang-orang baru, peristiwa baru, hikmah baru, segalanya yang aku perlukan untuk membuat diriku tumbuh lebih besar dan tinggi lagi dan menempa hatiku serendah-rendahnya. Tentang nanti yang aku dapat, aku tidak tahu. Aku hanya ingin tumbuh. Dan aku tahu, tumbuh itu rasanya sakit. Aku ingin keduanya. Maafkan sobat. Aku pergi. Jaga baik-baik biri-biri dan ladang kita

Dodo

Dodo sudah di kereta kuda yang membawanya pergi merasakan rasa sakit untuk tumbuh. Dodo menerima semua dengan ikhlas seikhlas keikhlasan pohon kelapa. Bertahun-tahun kemudian, Hey lihatlah! Dodo sudah tumbuh. Dia kembali ke desanya. Memeluk erat Dede yang merindukannya. Tertawa riang bersama biri-biri mereka. Oleh-oleh apa yang Dodo bawa? Dodo membangun desanya menjadi lebih baik lagi. Peternakan biri-biri yang lebih modern, tenaga pembangkit listrik super hemat, sistem koperasi desa yang menambah kesejahteraan. Dodo telah tumbuh besar dan tinggi dengan hati serendah-rendahnya. Dodo telah melalui rasa sakit yang luar biasa seorang diri. Dan dia berhasil.

Selesai


Hon Nurizza.

*teruslah menulis dan menulis sambil berharap bisa menguatkan diri sendiri dan berbagi pada sesama. Gampang bukan? kalau segampang ini melakukan hal setinggi itu? kenapa setiap orang tak menulis saja?

Komentar